Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menghadapi tantangan besar setelah kantor pusatnya di Jakarta Selatan mengalami penertiban paksa pada 10 Juli lalu.
Merespons hal tersebut, PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar diskusi publik bertajuk “Kesehatan Reproduksi Bagian Dari Saya dan Akan Kami Perjuangkan Selamanya” pada Jumat (20/7/2024).
Ichsan Malik, Ketua Pengurus Nasional PKBI, menegaskan bahwa penertiban tersebut melanggar hukum.
“Secara hukum, kantor PKBI itu statusnya non-executable. Tidak boleh dieksekusi karena Depkes hanya memiliki hak pakai,” ujarnya dalam diskusi tersebut seperti disampaikan dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (21/7/2024).
PKBI, yang telah beroperasi sejak 1957 dan kini hadir di 26 provinsi serta 249 kota/kabupaten, menghadapi ancaman serius terhadap keberlangsungan programnya. Organisasi ini dikenal sebagai pelopor gerakan Keluarga Berencana dan penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia.
Nurul Sa’adah dari SAPDA, salah satu pembicara dalam diskusi, mengungkapkan kasus mengejutkan yang menunjukkan pentingnya peran PKBI.
“Pada tahun 2017, ada 17 anak SLB yang hamil bersamaan karena kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi,” jelasnya.
Sebagai bentuk komitmen melanjutkan pelayanan masyarakat, PKBI DIY mengadakan cek kesehatan gratis bagi warga Mergangsan dan sekitarnya bersamaan dengan acara diskusi.
“Kami berharap diskusi ini dapat menguatkan komitmen untuk terus mengupayakan kesehatan reproduksi di setiap sektor,” ujar perwakilan PKBI DIY.
Penggusuran kantor PKBI telah memicu solidaritas dari berbagai organisasi, termasuk Siklus Indonesia, SAPDA, LBH Yogyakarta, WALHI, dan P3SY. Mereka bersatu menyuarakan pentingnya mempertahankan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi di Indonesia.
Sementara PKBI terus berjuang menghadapi ancaman penggusuran, organisasi ini tetap berkomitmen melanjutkan perjuangannya dalam bidang kesehatan reproduksi, yang telah berlangsung lebih dari lima dekade.