Pemkot Jogja Meminta Penyelenggara Tugu Jogja Expo Menghentikan Aktivitasnya

0
206
Tugu Jogja Expo yang berada di sisi Timur ruas Jalan Mangkubumi yang merupakan kawasan sumbu filosofis DIY (zukhronnee muhammad)

Penyelenggaraan Tugu Jogja Expo (TJE) yang dilaksanakan sejak 8 Desember 2022 lalu dipastikan tidak mendapat restu dari Dinas Kebudayaan DIY. Salah satu alasan adalah tempat penyelenggaraan Pasar Malam TJE tersebut berada di kawasan sumbu filosofis. Belum lagi venue yang menimbulkan keramaian tersebut berhimpitan dengan Hotel Toegoe yang merupakan bangunan cagar budaya.

Oleh sebab itu, Dinas Kebudayaan DIY memberi rekomendasi kepada Pemkot Jogja agar perhelatan Tugu Jogja Expo dihentikan.

“Kita sudah dapat [arahan]. Intinya, untuk kawasan sumbu filosofi tidak boleh ada kegiatan seperti itu,” tegas Sumadi selaku Penjabat Walikota Jogja saat dikonfirmasi, Kamis (15/12/2022).

Pemkot berharap, panitia penyelenggara TJE bisa berbesar hati dan segera mengakhiri aktivitas yang tidak memenuhi prosedur perizinan itu. Menurut Sumadi, kedewasaan diperlukan dalam penyelesaian sengkarut ini, sehingga pihaknya pun tidak perlu melakukan pembongkaran paksa di lokasi.

“Sekarang saya rasa bukan zaman baheula lagi, yang harus dioyak-oyak. Kesadarannya saja, karena tidak ada rekomendasi untuk kegiatan itu. Secepatnya (dibongkar) lah, wong sudah tidak boleh, kok,” kata Sumadi.

Ia menambahkan, saat ini dibutuhkan pemikiran semua pihak untuk ikut serta menyukseskan pengajuan kawasan sumbu filosofi jadi warisan budaya tak benda ke UNESCO.

Sehingga, segala potensi yang bisa menganggu proses verifikasi oleh tim dari Unesco, alangkah baiknya dihindari dulu.

“Mari berpikiran lebih jauh. Itu sumbu filosofi yang sekarang sedang diverifikasi teman-teman Unesco kan jadi kepentingan bersama, bukan hanya orang per orang atau kelompok. Kita harus menjaga itu, kita kawal bareng lah,” pungkasnya.

Sementara Ketua Penyelenggara TJE, Widihasto Wasana Putra dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa penghentian TJE dalam perspektif kajian studi pembangunan memperlihatkan contoh klasik masyarakat dalam posisi lemah dalam proses pengambilan kebijakan. 

Adanya kemungkinan ruang-ruang dialog untuk mencari titik temu demi tetap berlangsungnya keseimbangan sosial kerap terabaikan. Event TJE yang murni upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan lahan terbengkalai ditengah isu kemiskinan semestinya dapat disinergikan tanpa harus merugikan kepentingan siapapun.

“Kepentingan pemerintah untuk menjaga mulusnya pengajuan sumbu filosofi sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO tentu tidak semestinya menegasikan upaya kemandirian masyarakat dalam menjaga dapurnya tetap mengepul,” kata dia.

“Hal-hal rekayasa teknis masih bisa ditempuh sejauh ada good will dari pemangku kebijakan,” tandasnya.

Kontributor: Zukhronnee Muhammad