Pemkot Jogja dan Pemkab Sleman Harus Punya Inisiatif Meredakan Konflik Suporter yang Terus Berulang

0
141
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X saat dimintai pernyataan tentang kisruh suporter sepakbola yang menelan korban jiwa di Kompleks Kepatihan Yogyakarta (zukhronnee muhammad)

Paska penetapan tersangka oleh Kepolisian Resor (Polres) Sleman terhadap ke-12 orang pengeroyok yang menewaskan Aditiya Eka Putranda (18) yang merupakan korban kekerasan akibat fanatisme sepakbola , Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mempertemukan kedua belah pihak yang paling bertanggungjawab atas perseteruan ini. 

“Itu biar inisiatif [pemerintah] kota ya, kalau saya ya tidak bisa memaksakan,” ujar Sultan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (30/8/2022).

Sultan berharap dengan pertemuan tersebut dapat mereda konflik yang terus terjadi dan sering memakan korban. Meski suporter kedua klub bisa dipertemukan, menurut Sultan kedua belah pihak harus ada kemauan bersama. Mereka juga harus merasa sebanding bukan merasa paling unggul.

Sultan menegaskan, dalam pertemuan tersebut pun harus ada win-win solution. Tidak boleh ada yang merasa menang atau kalah namun bagaimana kedua belah pihak merasa aman dan nyaman sebagai suporter.

“Kalau datang merasa lebih unggul [ya] tidak bisa, berarti mengalahkan yang lain ya. Kesadaran itu harus tumbuh dulu [untuk merasa sebanding]. Jadi sportivitas itu yang perlu dididik bukan pemain tapi suporternya,” ungkapnya.

Sultan menambahkan, kemungkinan pembekuan organisasi suporter pun juga tidak bisa serta merta dilakukan. Sebab dimungkinkan organisasi tersebut tidak memiliki badan hukum.

Karenanya kesadaran untuk tidak melakukan kekerasan dalam bentuk apapun harus disadari para suporter. Apalagi dalam kejadian kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa tersebut, anak dibawah umur dan orang dewasa yang usianya 40 tahun menjadi tersangkanya.

“Kalau manusianya sendiri memang beringas, memang susah [untuk memiliki kesadaran untuk tidak melakukan kekerasan]. Ya kita prihatin lah kenapa kekerasan itu yang diutamakan. Dalam arti fisik sampai meninggal dan sebagainya, kenapa begitu,” lanjutnya.

“Apalagi [Salah satu tersangka] ini kan tidak muda lagi, karena ada yang umur 40 tahun, mestinya mereka ini justru yang memberikan perlindungan bukan malah melakukan perbuatan [kekerasan],” tutup Ngarsa Dalem.

Sebelumnya, Kasatreskrim Polres Sleman Ronny Prasadana berkomitmen akan menelusuri kelompok suporter ini hingga ke akar-akarnya. Terlebih kejadian ini sudah berulang-ulang ada data dan faktanya.

“Saya berani bilang begini biar ada [inisiatif] mungkin dari Pemkot dan Pemkab ya, kita minta untuk ini agar segera tuntas. Jika tidak, masa kita mau seperti ini terus? Apa setiap pertandingan bola PSS atau PSIM harus ada korban meninggal dunia?,” tandasnya.