Di tengah dinamika perkembangan zaman, keluarga Marga Siregar Boru Bere dan Ibebere di Yogyakarta tetap teguh mempertahankan tradisi leluhur mereka dengan merayakan “Pesta Bona Taon” secara konsisten setiap tahunnya.
Sebagai sebuah upaya untuk melestarikan warisan budaya, acara ini telah menjadi momen yang dinantikan oleh para anggota keluarga, serta menjadi panggung untuk memperkuat rasa persaudaraan dan identitas mereka sebagai bagian dari masyarakat Batak.
Bona Tahun merupakan sebuah perayaan yang menghubungkan para anggota keluarga yang memiliki ikatan darah atau pernikahan dengan Marga Siregar.
“Acara ini menjadi momentum penting bagi kami untuk memelihara hubungan kekeluargaan serta menjaga dan memperkuat identitas budaya kami sebagai suku Batak,” ungkap Samuel Siregar, ketua Patogar Boru, Bere dan Ibebere DIY saat ditemui di tengah acara Pesta Bona Taon pada Minggu (18/2/2024) di Waroeng Jadoel (Wardoel) Jogja.
Menurut Samuel, “Bona Tahun” tidak sekadar menjadi ajang reuni keluarga, namun juga merupakan sebuah wadah untuk menjaga dan merawat tradisi leluhur, termasuk dalam hal menjalankan adat dan norma-norma yang telah diwariskan secara turun-temurun.
“Kami meyakini bahwa mempertahankan tradisi adalah sebuah bentuk penghormatan terhadap nenek moyang kami dan merupakan investasi untuk generasi mendatang agar tidak kehilangan akar budaya mereka,” tambahnya.
Salah satu ciri khas dari “Bona Tahun” adalah penggalian kearifan lokal melalui berbagai serangkaian kegiatan adat yang dilaksanakan. Mulai dari ibadah sebagai ungkapan syukur, hingga berbagai acara adat yang mengakar dalam budaya Batak, semuanya diselenggarakan dengan penuh kekhusyukan dan kebersamaan.
“Kami bangga dapat mempertahankan tradisi ini di tengah-tengah kehidupan modern. Meskipun terkadang dihadapkan dengan tantangan, namun semangat dan keinginan untuk menjaga warisan budaya tetap membara di hati kami,” tutur Samuel dengan penuh semangat.
Namun demikian, tantangan tetap ada dalam upaya pelestarian tradisi ini. Di antaranya adalah kesulitan dalam mengajak generasi muda untuk turut serta aktif dalam menjaga dan mengikuti tradisi ini. Oleh karena itu, langkah-langkah kreatif dan inovatif terus dilakukan untuk membuat “Bona Tahun” tetap relevan dan menarik bagi seluruh anggota keluarga, terutama generasi penerus.
Profesor ekonomi asal Batak, Baldric Siregar, yang lama tinggal di Yogyakarta, mengungkapkan bahwa komunitas Batak, khususnya Batak Toba, memiliki tradisi tahunan untuk mengucap syukur di awal tahun. Mereka berdoa untuk kelancaran di tahun yang sedang berjalan dan tahun yang akan datang. Tradisi ini berlaku di seluruh Indonesia dan diulang setiap tahun.
Parsadaan Toga Siregar (Patogar), sebuah perkumpulan keluarga Siregar yang dibentuk di Yogyakarta pada tahun 1989, menjalankan acara ini setiap tahun. Acara ini melibatkan berbagai kelompok, termasuk pemuda dan anak-anak, yang bergantian melakukan tarian tradisional Batak, dikenal sebagai ‘manortor’, sambil memainkan alat musik tradisional. Uang yang dikumpulkan selama acara ini digunakan untuk kepanitiaan.
Menariknya, tidak semua anggota Perkumpulan ini bermarga Siregar. Ada beberapa anggota yang suaminya orang Jawa tetapi mengambil marga Siregar, dan ada juga yang istrinya orang Jawa tetapi mengambil marga Siregar.
“Keluarga-keluarga ini menunjukkan kehidupan sosial yang fantastis, mengikuti budaya Batak dan juga budaya lokal,” ujarnya.
Meski tidak semua anak-anak dalam komunitas ini bisa berbahasa Batak karena berinteraksi dengan teman-teman yang berbahasa Indonesia atau Jawa, mereka tetap menjaga budaya mereka.
Isma Idris, pengelola Wardoel Jogja, menyatakan bahwa restorannya terbuka bagi siapa saja yang ingin menggelar acara, termasuk kegiatan budaya yang dilakukan oleh Patogar Boru, Bere dan Ibebere. Menurutnya, acara ini bukanlah yang pertama kali diselenggarakan.
“Acara ini sudah dilakukan beberapa kali, meski tidak hanya dari marga Siregar,” kata Isma.
Dia menambahkan bahwa restorannya memiliki menu yang fleksibel yang bisa disesuaikan dengan pemesan, dengan menu andalan berupa varian ikan Nila.
“Selain acara keluarga, tempat kami juga sering digunakan untuk acara sekolah,” tutupnya.