Museum Sandi Ungkap Bukti Komunikasi Rahasia di Balik Serangan Umum 1 Maret 1949

0
25
Dialog 76 Tahun Serangan Oemoem 1 Maret 1949 dalam Perspektf Menegakkan Kedaulatan dan Kemandirian Bangsa di Museum Sandi Yogyakarta. (istimewa)

LMuseum Sandi mengungkapkan kepemilikan sejumlah bukti historis berupa sandi-sandi komunikasi antara pos-pos TNI saat Serangan Umum 1 Maret 1949, sebuah peristiwa penting yang membuktikan eksistensi Republik Indonesia di mata dunia.

“Dokumen-dokumen ini menunjukkan kompleksitas operasi militer yang melibatkan banyak pihak, tidak hanya figur tertentu,” ungkap Kepala Museum Sandi, Setyo Budi Prabowo, S.ST., pada Rabu (12/3/2025) saat dialog 76 Tahun Serangan Oemoem 1 Maret 1949 dalam Perspektf Menegakkan Kedaulatan dan Kemandirian Bangsa di Museum Sandi Yogyakarta.

Menurut Prabowo, peran strategis komunikasi sandi menjadi kunci keberhasilan koordinasi serangan yang hanya berlangsung selama enam jam namun memiliki dampak diplomatik luar biasa.

“Serangan ini dirancang secara matang dengan sistem komunikasi rahasia yang memungkinkan pasukan TNI bergerak serentak dari berbagai penjuru Yogyakarta tepat pada pukul 06.00 pagi, saat sirine tanda berakhirnya jam malam berbunyi dan suara azan berkumandang,” jelasnya.

Menariknya, koleksi Museum Sandi juga mengungkap kontroversi terkait tokoh-tokoh utama di balik serangan tersebut. Hal ini menjadi sorotan setelah terbitnya Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tidak menyebutkan nama Letnan Kolonel Soeharto.

“Dari dokumen persandian yang kami miliki, terlihat adanya perintah-perintah taktis di lapangan yang mengindikasikan peran Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Wehrkreise III dan Komandan Brigade 10,” tambah Prabowo.

Mayjen TNI (Purn) Lukman R. Boer, Ketua Yayasan Kajian Citra Bangsa, mengamini pernyataan tersebut.

“Sistem komunikasi sandi memang sangat vital dalam serangan ini. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa pada 14 Februari 1949, Sultan secara khusus menemui Letkol Soeharto untuk membahas rencana serangan. Tanpa kepemimpinan taktis Soeharto, serangan itu mungkin tak akan berhasil,” tegasnya.

Dari catatan sejarah, Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan respons terhadap Agresi Militer Belanda II yang dimulai pada 19 Desember 1948. Sri Sultan Hamengku Buwono IX menggagas ide serangan setelah mendengar siaran BBC bahwa masalah Indonesia akan dibahas di forum PBB pada Maret 1949.

Museum Sandi kini menjadi salah satu institusi penting dalam melestarikan bukti otentik sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Prabowo mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengembangkan pameran khusus tentang peran persandian dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yang akan dibuka untuk umum bulan depan.

“Pameran ini akan menampilkan bukti-bukti yang belum banyak diketahui publik, termasuk mekanisme koordinasi pasukan TNI yang terbagi ke dalam tujuh Sub-Wehrkreise di seluruh Yogyakarta,” ujarnya.

Meskipun hanya berhasil menguasai Yogyakarta selama enam jam, Serangan Umum 1 Maret 1949 memiliki dampak signifikan dalam sidang Dewan Keamanan PBB yang kemudian mendorong Belanda untuk kembali berunding dengan Indonesia, hingga akhirnya mengakui kedaulatan negara Indonesia. (*)