Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman telah mengeluarkan kebijakan baru yang menghentikan pengangkutan sampah organik oleh pemerintah kabupaten. Warga Sleman kini diharapkan untuk mengelola sampah organik mereka sendiri, termasuk sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan ranting pohon.
Kepala UPTD Pelayanan Persampahan DLH Kabupaten Sleman, Rita Probowati, menyatakan bahwa kebijakan ini diambil untuk menghindari bau menyengat dari sampah organik dan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sampah anorganik di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
“Sampah organik dapat mengurangi kualitas sampah anorganik yang diolah menjadi bahan bakar pengganti batu bara di perusahaan pabrik semen di Cilacap,” ujar Rita kepada wartawan pada Jumat (10/5/2024).
DLH Sleman telah menyediakan dua TPST hanya untuk mengolah sampah anorganik di Minggir dan Kalasan, dan masyarakat dapat membuang sampah anorganik ke depo-depo sampah yang tersebar di Sleman.
“Kebijakan ini masih dalam masa uji coba dan diharapkan dapat mengurangi setidaknya 50 persen volume sampah organik,” kata dia.
Namun, kebijakan ini mendapat tanggapan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta. Kadiv Kampanye WALHI Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi, menekankan bahwa kebijakan ini dapat menyulitkan warga, terutama mereka yang tidak memiliki lahan untuk mengelola sampah organik.
“Pemkab Sleman seharusnya menyediakan fasilitas penunjang dan pendampingan pengelolaan sampah organik di tingkat RT/RW,” tegasnya.
Kontributor: Zukhronnee Muhammad