
Pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu mengakibatkan banyak anak-anak, remaja dan orang dewasa mengalami pandemic loneliness atau kesepian akibat pandemi. Banyak diantara remaja yang akhirnya depresi karena merasa kesepian dan terisolasi secara sosial karena minim bersosialisasi. Kondisi ini pun memicu kenakalan remaja, termasuk kejahatan jalanan atau klitih seperti yang kembali marak di bulan Ramadan ini.
“Tidak hanya orang dewasa, banyak anak-anak dan remaja yang menjadi depresi karena pandemi karena tidak ada kehidupan sosial, ” ujar Geraldine Burke, pengajar dari Monash University Australia dalam Art Education Initiative in Support of Indonesia’s Creative Village Program di Tembi Yogyakarta, Sabtu (08/3/2025) sore.
Menurut Burke, remaja dan anak-anak perlu diajarkan kreativitas seni dan kembali ke alam untuk mengatasi frustrasi dan kebosanan pasca pandemi. Seni dan alam disebut bisa mendorong anak-anak untuk berbagi dan meningkatkan empati mereka.
Sebab setelah, penting bagi remaja untuk kembali terhubung, tidak hanya dengan teman sebaya mereka, tetapi juga dengan berbagai kelompok usia, dari anak-anak kecil hingga orang dewasa. Seni menyediakan cara yang tidak menakutkan untuk menjembatani kesenjangan generasi.
“Kegiatan seni memberi anak-anak model sosial baru untuk berinteraksi dengan sesama dan alam,” ujarnya.
Karenanya Burke bersama Bali Children Foundation mengadakan proyek yang berfokus pada seni di Desa Tembi. Para siswa SMP dari sejumlah sekolah di Yogyakarta diajak merayakan kreativitas di warisan budaya Desa Tembi serta lingkungannya.
Dalam kegiatan selama dua hair ini, seni dijadikan cara bagi anak-anak untuk berbagi cerita satu sama lain serta dengan para pemimpin komunitas. Misalnya, anak-anak menggambar potret para seniman, ahli pertanian dan lainnya dan membagikan berbagi cerita—dan pengalaman mereka.
Anak-anak juga belajar seni pencetakan menggunakan sinar matahari atau solar printing melalui teknik seni fotografi dengan memanfaatkan sinar matahari. Mereka mengeksplorasi obyek seperti kadal, ayam jantan, atau benda lain, kemudian meletakkannya di atas kertas khusus bersama dengan tumbuhan, sehingga tercipta gambar cetak yang unik.
“Anak-anak sangat menikmati mengeksplorasi hewan dan menceritakan kisah tentang ular di sungai, kucing, dan sebagainya melalui kegiatan seni menggambar dan lainnya. Melalui proses ini, mereka juga belajar berbagai teknik seni yang dapat mereka bagikan satu sama lain,” jelasnya.
Sebagai hasil akhirnya, para remaja mengumpulkan semua hasil karyanya ke dalam sebuah zine atau majalah modern tentang pengalaman berkeseniannya di alam Desa Tembi. Buku akhir tersebut berisi karya seni anak-anak serta pengalaman mereka. Selain itu ada foto-foto dari acara tersebut yang jadi momen berbagi, berbicara, dan berkreasi bersama.
“Seperti buku ini, zine mereka mendokumentasikan arsitektur desa, budaya, hujan, dan berbagai aspek lainnya. Tujuannya adalah untuk menyatukan orang-orang melalui seni dan berbagi cerita,” tandasnya.
Sementara Direktur Bali Children Foundation, Margaret Barry mengungkapkan mereka ingin memberikan kesempatan kepada anak-anak di Yogyakarta yang mungkin tidak memiliki banyak peluang berkesenian. Mereka memanfaatkan seni sebagai sarana pengayaan budaya dan pembangunan berkelanjutan pada generasi muda di Yogyakarta.
“Tembi berada di tengah lingkungan seni yang sangat menarik, sehingga memiliki karakter yang unik. Karena itu, penting bagi kami untuk membuat proyek yang berfokus pada seni bersama anak-anak di jogja agar tercipta proyek seni yang berkelanjutan dengan keterlibatan anak-anak,” jelasnya.
Kegiatan itu dianggap penting karena integrasi seni dan pendidikan merupakan kekuatan besar dalam pengembangan komunitas. Kegiatan seni berperan dalam melestarikan tradisi lokal sekaligus membuka peluang baru bagi ekspresi seni dan pendidikan.
“Indonesia memiliki populasi muda yang besar, dan masa depannya sangat bergantung pada generasi muda. Dengan memanfaatkan seni sebagai sarana pengayaan budaya dan pembangunan berkelanjutan maka generasi muda saat ini diharapkan akan membentuk generasi emas Indonesia pada tahun 2045,” imbuhnya.