Ramai Pungutan di Sekolah Negeri, Perhatikan Ini Batasannya

0
134
Didik Wardaya, Kadisdikpora DIY saat menyampaikan raperda pendidikan di kantor Disdikpora DIY. (zukhronnee muhammad)

Sekolah jenjang menengah, yaitu SMA atau SMK Negeri di DIY boleh melakukan pungutan kepada siswa sepanjang tidak melampaui batas maksimal yang ditentukan oleh undang-undang.

Peraturan tersebut tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.

“Satuan pendidikan di tingkat SMA/SMK yang dikelola Pemda [Negeri] sebenarnya masih diperbolehkan melakukan pungutan pada siswa untuk menutup selisih biaya yang tertuang dalam APBS (Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah),” kata Didik Wardaya, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY pada Selasa (17/1/2023).

“Namun bukan berarti sekolah bisa sak karepe dewe (sesuka hati-red) meminta uang ke siswanya. Itu nanti kita atur dengan perda pendidikan,” lanjutnya.

Dengan adanya raperda pendidikan yang kemudian menjadi perda tersebut dirasa mampu mengontrol besar pungutan yang dilakukan sekolah.

Didik menyebutkan, dari kajian tahun ajaran (TA) 2022 lalu, biaya operasional di SMA kelas IPA di DIY sebesar Rp 4,9 juta/siswa per tahun dan kelas IPS Rp 4,8 juta/siswa per tahun.

Sedangkan di tingkat SMK program keahlian Teknik sebesar Rp 5,6 juta/siswa per tahun. Untuk kelas non Teknik sebesar RP 5,2 juta/siswa per tahun.

Jumlah tersebut nantinya akan dikurangi dengan sumber pemasukan sekolah, bisa dari pusat, dana BOS, kemudian pemasukan dari pemda dan sebagainya. Selanjutnya setelah dikalkulasi akan muncul selisih sesuai APBS yang harus dibayarkan setiap siswa sejumlah berapa.

“Jadi ada batasannya, bukan terserah sekolah, karena apbs kan yang mengesahkan dinas [pendidikan],” jelasnya.

Didik juga menegaskan bahwa pungutan itu yang berwenang melakukan adalah pihak sekolah. Tapi kalau sumbangan itu komite. Sumbangan pun harus sukarela, tidak mencantumkan nominal minimal, apalagi tenggat waktu.

“Tidak boleh menyebut jumlah minimal, ini harus dilihat dari kemampuan orang tua, Wong namanya sumbangan ya harus sukarela,” tegasnya.

Kontributor: Zukhronnee Muhammad