
Di tengah derasnya arus digital yang kerap membawa sisi gelap berupa perundungan, SMA N 1 Playen, Gunungkidul, menghadirkan sebuah peristiwa penting. Rabu (10/9/2025), aula sekolah yang akrab disapa “Wahabita” itu dipenuhi 142 siswa kelas XI, guru, dan pendamping yang mengikuti implementasi model literasi digital Sikomhati.id.
Program ini bukan sekadar literasi digital biasa. Ia menghadirkan pendekatan unik: Komunikasi Hati, sebuah teori yang digagas Prof. Dr. Puji Lestari, M.Si., dari UPN Veteran Yogyakarta. Bersama Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan (Tekkomdik) DIY, tim peneliti menggelar simulasi untuk mencegah cyberbullying melalui literasi berbasis hati.
Prof. Puji kemudian memaparkan enam aspek Komunikasi Hati: olah pikir, olah rasa, kelola sampah hati, simpati, empati, dan menghadirkan damai.
“Pikiran positif akan menuntun pada perilaku positif, yang kemudian membentuk kebiasaan baik dan nasib yang baik. Sebaliknya, pikiran negatif bisa mengarah pada perilaku buruk yang merugikan diri sendiri maupun orang lain,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Sabtu (13/9/2025).
Sebagai ilmuwan sosial yang masuk jajaran TOP 5 Scientists UPNVY versi AD Scientific Index 2021–2025, Prof. Puji tak hanya menyampaikan teori. Ia berdialog langsung dengan siswa, menggali pengalaman mereka, dan mengaitkannya dengan tantangan era digital.
Antusiasme terlihat jelas saat siswa menyimak, bahkan ketika ia menyinggung bagaimana komunikasi hati bisa menjadi benteng menghadapi ujaran kebencian di media sosial.
Rahardian, Rachel, dan Ayudya, tiga siswa yang menjadi perwakilan, menyampaikan harapan mereka agar Sikomhati tidak berhenti di satu kegiatan.
“Kami ingin ini jadi literasi rutin di sekolah, karena membantu kami memahami cara berkomunikasi yang sehat dan mencegah bullying,” kata mereka.
Ruang Aman untuk Bicara
Suasana semakin hangat saat Dr. Agnes Indar Etikawati, Psikolog dari Universitas Sanata Dharma, memandu diskusi tentang bullying dan cyberbullying.
Siswa bebas bercerita tentang pengalaman mereka: tekanan pertemanan, interaksi sosial, hingga pesan untuk masa depan. Forum ini menjadi ruang aman, di mana suara mereka didengar tanpa rasa takut dihakimi.
Kegiatan juga diperkuat dengan pengenalan platform Sikomhati.id oleh Erick Syafriatna, pengembang aplikasi dari Tekkomdik DIY. Para siswa dibagi dua kelompok: satu membaca konten literasi, lainnya mengisi asesmen. Dengan cara itu, mereka belajar mengukur sejauh mana pemahaman tentang literasi digital berbasis hati.
Literasi Digital yang Menyentuh Nurani
Kassubag Tata Usaha SMA N 1 Playen, Arif Bintaro, SE., dalam sambutannya menegaskan pentingnya kegiatan ini. “Para siswa perlu edukasi tentang bullying yang banyak terjadi di sekolah, terutama di Gunungkidul,” ujarnya.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Topari, ST., juga memberikan pandangan.
“Kemajuan teknologi sering membuat empati berkurang. Cyberbullying muncul karena pikiran dan rasa yang keliru. Komunikasi hati bisa menjadi alternatif mewujudkan hidup damai dan bahagia,” ucapnya.
Guru BK pun memberi apresiasi. Menurut mereka, penggunaan teknologi lewat Sikomhati.id memudahkan siswa memahami materi sekaligus membantu guru dalam pemantauan dan pembinaan karakter.
Kegiatan ditutup dengan penyerahan buku Komunikasi Hati kepada sekolah dan PTP Balai Tekkomdik, serta ajakan bagi siswa untuk mengunduh e-book gratis yang tersedia di laman eprints UPN Veteran Yogyakarta.
Namun lebih dari itu, kegiatan ini meninggalkan kesan mendalam: literasi digital bukan hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga pembentukan karakter berbasis hati.
Dari Playen, Gunungkidul, sebuah pesan lahir: literasi digital harus menyentuh nurani. Jika komunikasi hati dipraktikkan dengan konsisten, generasi muda bukan hanya melek teknologi, tetapi juga memiliki empati, simpati, dan keberanian untuk menolak segala bentuk bullying.(*)













