
Hiruk pikuk Malioboro kembali diwarnai persaingan transportasi. Kali ini, becak listrik yang tengah dikembangkan oleh Pemda DIY berhadapan dengan kehadiran Bajaj Maxride yang dinilai mengancam mata pencaharian pengayuh becak tradisional.
Paimin Ahmad Sarjono (72), Ketua Paguyuban Becak Wisata Yogyakarta yang telah menekuni profesi tukang becak sejak 1973, menyayangkan kehadiran bajaj tersebut.
“Itu malah bikin pekerjaan kami berkurang. Itu yo ra bener wong masih plat putih kok dinggo narik penumpang,” ujarnya kepada @jogjainfo Senin (2/6/2025).
Menurutnya, pemerintah seharusnya mendukung transformasi becak tradisional menjadi becak listrik untuk menyesuaikan komitmen sumbu filosofis dalam mengurangi pemakaian BBM, bukan malah mendatangkan kompetitor baru.
Ironisnya, keberadaan becak motor (bentor) yang kontroversial hingga kini juga belum terkendali.
Saat ini, tiga jenis becak listrik beroperasi di kawasan sumbu filosofis, ketiganya merupakan prototipe dengan pembaruan model sesuai masukan paguyuban. Selain itu, UGM dan Muhammadiyah juga pernah meluncurkan produk serupa.
Koperasi Becak Wisata yang dipimpin Paimin menjadi satu-satunya operator resmi yang mendapat bantuan dari Gubernur DIY.
“Seharusnya diberikan kesempatan hidup kepada becak-becak tradisional. Jangan cuma seenaknya saja,” tegas veteran becak ini.
Konversi becak listrik yang dicanangkan Pemda DIY hingga kini tak kunjung terealisasi. Kendala infrastruktur juga masih terhambat, seperti anjungan pengisian daya di Ketandan yang tidak bisa digunakan meski telah diresmikan Wakil Gubernur.
Paimin pun tidak tahu kapan lagi becak listrik yang digadang-gadang menggantikan bentor akan benar-benar terwujud. “kalau cuma launching 50 yo kurang, paling gak 100 gitu,” tandasnya.(*)