Hutan Wanagama di Gunungkidul, Yogyakarta, kini menjadi sorotan sebagai solusi alami dalam menghadapi dua krisis lingkungan utama: perubahan iklim dan kekeringan.
Berdasarkan perhitungan terbaru, hutan yang dikelola bersama oleh Astra International dan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini diperkirakan mampu menyerap hingga 2.500 ton karbon. Selain itu, hutan ini juga berperan penting dalam mengatasi kekeringan melalui penerapan prinsip “panen hujan”.
“Ini adalah gerakan yang sangat baik. Kita merehabilitasi hutan dan menanam kembali tanaman-tanaman yang lebih kuat, terutama spesies endemik,” papar Ir. Sigit Reliantoro, M.Sc., Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam kunjungannya ke Hutan Wanagama pada Minggu (22/9/2024).
“Upaya ini mampu menangani krisis seperti kekeringan dengan prinsip ‘panen hujan’, di mana air diserap oleh tanaman dan dilepaskan perlahan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat,” imbuhnya.
Hutan Wanagama menjadi model keberhasilan dalam mengatasi tiga krisis lingkungan global: perubahan iklim, pencemaran, dan hilangnya biodiversitas. Program rehabilitasi hutan yang diinisiasi oleh Astra International dan UGM ini telah berhasil mengubah lahan kritis menjadi hutan produktif yang mampu menyerap karbon dalam jumlah signifikan.
Keberhasilan program ini telah menarik perhatian pemerintah dan diharapkan dapat direplikasi di berbagai wilayah di Indonesia.
Sigit Reliantoro menegaskan bahwa program semacam ini sangat penting dalam upaya nasional untuk mengatasi perubahan iklim dan pencemaran lingkungan.
Riza Deliansyah, Chief of Corporate Affairs Astra International, menjelaskan bahwa program ini merupakan bagian dari tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan.
“Kami tidak hanya berfokus di Wanagama. Kegiatan serupa telah kami lakukan di Garut, Samosir, dan beberapa lokasi lain. Harapannya, semakin banyak area yang bisa ditanami kembali, sehingga manfaatnya tidak hanya untuk lingkungan tetapi juga bagi masyarakat sekitar,” ujar Riza.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Ir. Sigit Sunarta, S.Hut., M.P., M.Sc., Ph.D., IPU, menekankan pentingnya aspek pendidikan dalam program ini.
“Kami sudah lama bekerja sama dengan Astra dan keberhasilan di Wanagama ini telah kami replikasi di Kalimantan. Di sana, kami berupaya mengembalikan hutan hujan tropis dengan spesies endemik,” katanya.
Lebih lanjut, Sigit Sunarta menjelaskan bahwa program ini juga melibatkan masyarakat secara aktif.
“Kami memperkenalkan tanaman endemik berkualitas tinggi seperti ebony dari Sulawesi dan cendana dari Nusa Tenggara Timur. Keberhasilan ini menjadi pembelajaran tidak hanya bagi mahasiswa, tetapi juga masyarakat luas agar bisa diaplikasikan di tempat-tempat lain,” tambahnya.
Keberhasilan Hutan Wanagama dalam menyerap karbon dan menerapkan prinsip “panen hujan” menjadi bukti nyata bahwa solusi berbasis alam dapat efektif dalam mengatasi krisis lingkungan.
Prinsip “panen hujan” yang diterapkan di hutan ini memungkinkan air hujan diserap oleh tanaman dan kemudian dilepaskan secara perlahan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, terutama di musim kering.
Program rehabilitasi hutan di Wanagama tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar. Melalui pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK), hasil dari hutan ini juga digunakan untuk studi dan penelitian terkait konservasi lingkungan.
Dengan kemampuan menyerap hingga 2.500 ton karbon dan menerapkan prinsip “panen hujan”, Hutan Wanagama menjadi contoh nyata bagaimana sinergi antara dunia akademis, sektor industri, dan masyarakat dapat memberikan solusi efektif terhadap krisis lingkungan global.
Program ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi lingkungan, tetapi juga menjadi model pembelajaran bagi generasi mendatang dalam upaya pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.