Seorang istri berinisial M yang juga anggota Badan Permusyawaratan Kalurahan (Bamuskal) Bantul tampil membela suaminya, Danang Benowo Putro, Dukuh Gandekan yang dituding melakukan pungutan liar hingga belasan juta rupiah dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Ini negara demokrasi, suami saya juga berhak untuk tidak menandatangani,” ujar M, istri Dukuh Gandekan, menolak tuntutan pengunduran diri saat ratusan warga menggeruduk Balai Kalurahan Bantul, Jumat (11/4/2025) lalu.
Skandal pungli ini terungkap setelah salah seorang warga, Sumantoro, mengaku dimintai “uang pelicin” oleh sang dukuh untuk mengurus sertifikat tanah warisan keluarganya.
“Kemarin ngurus sertifikat dimintai Rp 25 juta, tapi dari pihak kami menawar hingga dikasih Rp 16 juta dan sampai saat ini belum jadi-jadi,” kata Sumantoro.
Pambudi, Ketua RT 2 Gandekan yang menjadi koordinator aksi, menyebut praktik “tawar-menawar” pungli ini telah berlangsung sejak program PTSL dimulai tahun 2019.
“Jadi setiap orang yang kiranya bisa ditekan, didatangi dengan dalih ‘ini punyamu hampir jadi tapi harus membayar sekian-sekian’,” ungkapnya.
Demonstrasi warga berujung pada aksi vandalisme di dinding kantor kalurahan dan tuntutan agar dukuh segera mundur dari jabatannya.
Lurah Bantul, Supriyadi, menyatakan berpihak pada masyarakat dan akan mengeluarkan surat peringatan.
“Tapi karena ini keterlaluan meresahkan warga, dan ada hubungan dengan nilai uang, tetap kami SP satu dan bisa juga bertahap,” jelasnya.
Namun, Supriyadi mengaku tidak berwenang langsung mencopot dukuh tanpa rekomendasi Panewu (Camat) Bantul. Pihaknya sudah berupaya meminta klarifikasi sejak Januari, namun Danang tidak mengaku.
Sementara itu, M tetap yakin suaminya tidak bersalah. “Silakan kalau memang mau dilaporkan, kami siap,” tegasnya.