Kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon (68), warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, mengungkap adanya cacat administrasi dalam proses peralihan hak atas tanah miliknya.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul, Tri Harnanto, menyatakan bahwa meskipun secara administratif berkas permohonan peralihan hak terlihat lengkap, validitas materialnya masih diragukan.
“Secara administratif, berkas permohonan peralihan hak yang masuk ke kantor pertanahan lengkap. Namun, validitas materialnya masih dalam penyelidikan oleh pihak kepolisian,” ujar Tri Harnanto kepada wartawan Selasa (29/4/2025).
Lebih lanjut, Tri Harnanto mengungkapkan bahwa Kantor Pertanahan Bantul telah mengamankan dokumen-dokumen terkait pemecahan, peralihan, dan pelekatan hak tanggungan atas tanah tersebut.
Pihaknya juga telah mengajukan permohonan blokir internal terhadap sertifikat tanah tersebut kepada Kantor Wilayah BPN DIY untuk mencegah terjadinya transaksi lebih lanjut.
“Kami telah mengajukan permohonan blokir internal dan saat ini menunggu rekomendasi dari Kantor Wilayah BPN DIY. Hal ini sebagai langkah preventif untuk melindungi hak Mbah Tupon sambil menunggu proses hukum yang sedang berjalan,” tambah Tri.
Kasus ini juga menyoroti peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diduga terlibat dalam proses peralihan hak atas tanah Mbah Tupon.
Kementerian ATR/BPN menegaskan bahwa PPAT yang terbukti melanggar kode etik dan terlibat dalam praktik mafia tanah akan dikenakan sanksi tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Polda DIY saat ini tengah menyelidiki kasus ini, termasuk memeriksa keterlibatan PPAT dan kemungkinan adanya pemalsuan dokumen.
Mbah Tupon, yang tidak dapat membaca dan menulis, mengaku tidak mengetahui bahwa tanahnya telah beralih nama dan dijaminkan ke bank.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan memunculkan kekhawatiran akan praktik mafia tanah yang menyasar warga rentan. Masyarakat menaruh harapan agar pihak berwenang dapat mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan bagi Mbah Tupon.(*)