Kejadian yang menimpa seorang siswi SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul yang diduga dipaksa gurunya untuk mengenakan jilbab. Mendapat tanggapan dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY.
Ketua ORI Perwakilan DIY, Budi Masturi mengungkapkan kejadian tersebut terbongkar saat tim dari ORI melakukan pengecekan ke sejumlah sekolah terkait aduan dari masyarakat.
Dalam salah satu aduan disebutkan seorang siswi mengurung diri di kamar mandi sekolah hingga 1 jam lebih karena dipaksa mengenakan jilbab.
“Saat itu ada satu tim yang sedang berada di sekolah itu. Mengklarifikasi soal pungutan. Lalu dicek dan benar ada anak yang memang menangis di toilet sekolah satu jam itu,” jelasnya.
Tim dari Ombudsman yang mencari kejadian tersebut menemukan informasi jika kasus tersebut terjadi akibat pemaksaan penggunaan busana pakaian identitas keagamaan.
Tim pun memanggil orang tua dan pendamping ke ORI untuk dipertemukan dengan pihak sekolah dan Disdikpora DIY.
Pemanggilan dilakukan untuk menggali informasi seberapa jauh kepala sekolah (kepsek) mengetahui kejadian tersebut. Selain itu bagaimana kepsek menjalankan tugasnya dalam mengawasi dan mengontrol sikap dan kebijakan dari para guru di sekolahnya.
“Kepala sekolah mengatakan baru tahu dari ORI. Dia tidak mendapatkan laporan dari guru BK,” kata dia.
Sementara Kadisdikpora DIY, Didik Wardaya yang mengetahui kasus tersebut pun bertindak cepat dengan melakukan penelusuran. Didik membentuk tim untuk meminta klarifikasi pihak sekolah, termasuk jual beli seragam.
“Kita masih telusuri dan dalami kasus ini, termasuk masalah siswa harus beli seragam atau tidak [di sekolah],” lanjutnya.
Didik menambahkan, sesuai aturan pemerintah, sekolah negeri harus mencerminkan replika kebhinekaan Indonesia. Karenanya sekolah tidak boleh memaksakan pemakaian busana keagamaan pada siswanya.
“Memakai jilbab itu atas kesadaran, jadi kalau memang anak belum ada kemauan memakai jilbab ya tidak boleh dipaksakan karena itu sekolah pemerintah, bukan sekolah berbasis agama,” tandasnya.
Kontributor: Zukhronnee Muhammad