Biasanya hentakan kendang dan gong identik dengan suasana hening dan khidmat. Namun, di Taman Budaya Yogyakarta, instrumen tradisional ini akan bertransformasi menjadi wadah ekspresi kreatif para musisi muda.
Konser bertajuk “Ndang Tak Gong” akan digelar pada Kamis, 7 Maret 2024, sebagai panggung bagi 3 komposer muda Yogyakarta untuk menantang batasan seni karawitan. Alih-alih alunan klasik yang biasa didengar, mereka akan menyuguhkannya dengan warna dan karakter musik yang berbeda, sesuai dengan identitas dan latar belakang masing-masing komposer.
Judul konser ini tak sekedar permainan kata. “Ndang Tak Gong” dalam Bahasa Jawa berarti “segera, tanpa ragu, tanpa pamrih, aku selesaikan kewajibanku”. Ini adalah semangat yang diusung para komposer muda untuk terus berkarya dan berinovasi, menjaga warisan seni karawitan agar tetap relevan di era modern.
Tak hanya hentakan instrumen tradisional, konser ini juga akan menggabungkan sentuhan visual modern. Tujuannya? Untuk menarik minat generasi muda dan membuktikan bahwa karawitan bisa dinikmati oleh siapa saja.
Ini bukan pertunjukan biasa, ini adalah dobrakan kreativitas! Saksikan para musisi muda Yogyakarta beraksi di “Ndang Tak Gong” dan rasakan semangat mereka dalam menjaga dan memajukan seni budaya.
Dalam konteks ini, Kepala Taman Budaya Yogyakarta, Dra. Purwiati, menekankan bahwa Taman Budaya Yogyakarta memberikan ruang seluas-luasnya bagi seniman di Yogyakarta untuk berekspresi sesuai dengan jalan keseniannya masing-masing.
“Harapan kami acara seperti ini memunculkan komposer muda, selain itu gelar karawitan bertajuk Ndang Tak Gong #3 ini berdiri sendiri, tidak sebagai pengiring harapannya bisa berkembang karena dari Jogja ini banyak ide cemerlang,” kata dia.
Sementara Warsana, S.Sn., M.Sn., salah satu kurator acara mengungkapkan kekagumannya terhadap TBY yang telah memberikan ruang bagi generasi muda untuk mengekspresikan kesenian mereka.
Menurut Warsana, TBY telah menjadi tempat bagi berbagai jenis gamelan, mulai dari yang tradisional hingga yang progresif.
“Berbeda itu pilihan, beraneka itu pasti,” ujarnya.
Warsana juga menyinggung tentang generasi baru seniman yang mengidolakan dan mengikuti jejak Djaduk Ferianto, seorang musisi terkenal di Indonesia. Menurutnya, banyak seniman muda yang memiliki potensi seperti Djaduk, namun belum mendapatkan eksposur yang cukup.
“Di data kami, mereka hanya perlu ruang untuk mengekspresikan diri. Sebetulnya ada komunitas mereka yang punya kemampuan seperti mas Djaduk, banyak ruang untuk mengekspresikan itu yang kadang-kadang tidak banyak yang mengekspos,” lanjutnya.
Warsana berharap bahwa TBY dan media dapat bekerja sama untuk memberikan lebih banyak eksposur kepada seniman-seniman muda ini.
“Artinya ada sinergi diantara media, TBY dan para composer,” tutupnya.
Kontributor: Zukhronnee Muhammad