Lima anak di DI Yogyakarta meninggal dunia akibat gagal ginjal akut progresif atipical pada periode Januari hingga Oktober 2022. Namun hingga saat ini kematian mereka tidak diketahui penyebabnya.
Saat ini delapan anak lainnya juga dinyatakan mengalami gagal ginjal. Enam diantaranya masih dalam perawatan di RSUP Dr Sardjito, sedangkan dua lainnya sudah dinyatakan sembuh.
Sepuluh anak yang tidak diketahui penyebabnya tersebut sampai saat ini masih misterius. Para pakar dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Kementerian Kesehatan (kemenkes) pun tengah melakukan penyelidikan terkait kasus-kasus tersebut.
“Anak yang terpapar gagal ginjal akut tersebut tidak diketahui penyebabnya atau unknown etiology. Sedangkan tiga anak lainnya mengalami multisystem inflamantoruy syndrom in children yang disebabkan Covid-19,” kata Pembajun Setyaningastutie, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY saat dikonfirmasi pada Selasa (18/10/2022).
“Usia anak penderita gagal ginjal akut ini antara 7 bulan hingga 13 tahun. Makanya kan kita jadi bingung lho kok bisa [terpapar] covid-19? tidak, punya catatan pernah gagal ginjal juga tidak, tapi tiba-tiba ada[gagal ginjal],” imbuhnya.
Lebih lanjut Pembajun menjelaskan, meski tidak diketahui penyebabnya, tanda-tanda gagal ginjal terlihat pada anak-anak tersebut. Mereka mengalami gangguan kencing dengan penurunan jumlah air seni. Anak-anak tersebut selama ini juga sebagian mengalami gejala infeksi demam 14 hari terakhir. Selain itu ada tanda hiperflamasi dan hiperkoagulasi.
“Mereka gejalanya hanya ada timbul demam, ada yang tidak, tiba-tiba mual, muntah. Urinnya juga jadi sedikit atau malah tidak keluar sama sekali dan bahkan jadi keruh. Biasanya timbul [gejala] pada hari ketiga. Kalau sudah gitu, agak telat [penanganannya],” kata dia.
Pembajun melanjutkan, untuk mengantisipasi semakin banyaknya anak dibawah 18 tahun yang mengalami penyakit serupa, Ia minta semua pihak agar melakukan deteksi dini. Jika anak-anak mengalami ISPA atau batuk pilek dan demam maka mereka bisa segera diperiksakan ke rumah sakit, termasuk melakukan pemeriksaan laboratorium.
Pemantauan jumlah dan warna urin pun bisa dilakukan secara berkelanjutan. Rumah Sakit (RS) juga diminta meningkatkan kewaspadaan atau deteksi dini pada kasus-kasus anak yang mengalami penurunan jumlah urin.
“Begitu ada demam, gejala timbul tidak hanya satu tapi beberapa. Kuncinya di urin kan, karena ginjal kaitannya dengan urin. Ini yang jadi indikatornya,” tandasnya.
Kontributor: Zukhronnee Muhammad