Ketika Horor Bertemu Realitas Sosial dalam Film Tebusan Dosa

0
53
Konferensi pers film Tebusan Dosa di Cinepolis lippo Plaza. (zukhronnee muhammad)

Industri film Indonesia kembali menghadirkan inovasi dengan “Tebusan Dosa”, sebuah film horor-misteri yang mendobrak batas-batas genre konvensional. Disutradarai oleh Yosep Anggi Noen dan dijadwalkan tayang pada 17 Oktober 2024, film ini menawarkan lebih dari sekadar kisah hantu biasa – ia membawa pesan sosial yang kuat dan relevan dengan kehidupan masyarakat Indonesia kontemporer.

“Tebusan Dosa” mengisahkan perjuangan Wening (diperankan oleh Happy Salma), seorang ibu dari kalangan menengah ke bawah yang mencari putrinya, Nirmala, yang hilang setelah kecelakaan di sungai. .

Berlatar di kota fiktif Majakunan, film ini mengeksplorasi tema-tema universal seperti rasa bersalah, harapan, dan resiliensi, sambil menyoroti realitas sosial yang sering terabaikan.

“Film ini adalah cerminan masyarakat kita,” ujar Yosep Anggi Noen dalam konferensi pers pada Senin (14/10/2024). 

“Kami menggunakan genre horor untuk mengangkat isu-isu sosial yang lebih dalam, seperti perjuangan perempuan dan tekanan ekonomi pada keluarga kelas menengah ke bawah,” lanjutnya.

Inovasi “Tebusan Dosa” terletak pada pemilihan setting sub-urban, menjauh dari lokasi-lokasi terpencil atau rumah angker yang lazim dalam film horor Indonesia. Hal ini memungkinkan film untuk menghadirkan ketakutan yang lebih realistis dan dekat dengan keseharian penonton.

Happy Salma, pemeran utama, menekankan aspek emosional film ini. 

“Ketakutan terbesar dalam film ini bukan hantu, melainkan kehilangan dan rasa bersalah. Ini adalah horor yang sangat manusiawi,” jelasnya.

Putri Marino, yang berperan sebagai Tirta, seorang podcaster yang memburu cerita mistis.

 “Film ini mengajak penonton untuk merefleksikan kehidupan mereka sendiri. Siapa yang sebenarnya kita takuti? Hantu atau kenyataan hidup yang keras?”

Sinematografi film, termasuk penggunaan teknik color grading dan adegan di dalam air, tidak hanya menambah suasana mistis, tetapi juga menjadi metafora visual untuk pergulatan batin karakter-karakternya. 

Pemilihan lokasi syuting di Magelang, Jawa Tengah, dengan pertemuan sungainya yang unik, memperkuat narasi tentang pertemuan antara dunia nyata dan supernatural.

“Tebusan Dosa” juga menandai transisi Yosep Anggi Noen dari film-film eksperimental dan politik ke genre yang lebih mainstream. “Ini adalah tantangan untuk membuat film yang populer tanpa kehilangan esensi kritik sosial,” katanya.

Respon positif dari pemutaran awal di beberapa kota seperti Cirebon, Tegal, dan Purwokerto menunjukkan bahwa film ini berhasil menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk keluarga dan penonton perempuan. Hal ini membuktikan bahwa film horor dapat menjadi medium yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan sosial yang kompleks.

Dengan menggabungkan elemen horor, misteri, dan drama keluarga, “Tebusan Dosa” menawarkan pengalaman menonton yang layak dan mendalam. Film ini diharapkan tidak hanya menghibur, tetapi juga memicu diskusi tentang isu-isu sosial yang sering terabaikan dalam masyarakat Indonesia.

Bagi industri film Indonesia, “Tebusan Dosa” mungkin menjadi tonggak penting yang menunjukkan bahwa film genre dapat menjadi sarana untuk mengeksplorasi tema-tema serius dan relevan. 

Dengan pendekatan yang segar dan berani, film ini berpotensi mengangkat standar baru bagi sinema Indonesia, membuktikan bahwa hiburan dan kritik sosial dapat berjalan beriringan dalam satu karya yang memikat.