Ribuan sopir ojek online (ojol) menggeruduk kantor DPRD DIY, aksi unjuk rasa sopir dan mitra ojek online ini meminta kenaikan tarif yang manusiawi dan masuk akal. Permintaan ini dianggap mendesak karena penyedia aplikasi tidak kunjung merealisasikan permintaan mitra mereka sejak lama.
Terlebih kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sepekan ini diberlakukan, hal ini secara langsung memberikan dampak bagi ribuan driver yang bekerja dan menggantungkan diri kepada BBM berjenis Pertalite dalam bekerja sehari-hari.
Dalam orasinya sejumlah perwakilan ojol menolak kenaikan harga BBM subsidi yang baru saja ditetapkan pemerintah. Mereka juga meminta subsidi BBM tetap diberlakukan untuk mereka yang bekerja sebagai driver ojek online ataupun kurir makanan dan sejenisnya.
“Kami tiap hari pakai BBM untuk narik penumpang, dan kenaikan BBM ini luar biasa dampaknya. Kenaikan harga BBM yang mencapai 30 persen tersebut tak berbanding lurus dengan kenaikan tarif ojol yang baru saja ditetapkan aplikator sebesar 15 persen,” ujar Agus Sugito, Ketua Paguyuban Gojek Driver Yogyakarta (Pagodja) disela aksi.
“Kenaikan yang ditetapkan aplikator secara sepihak tanpa mempertimbangkan masukan para driver. Kenaikan yang hanya berselang sehari sebelum aksi ini pun disinyalir hanya untuk “Nglegani” dan melemahkan aksi-aksi serupa pada hari ini,” lanjutnya.
“Dengan kenaikan BBM sebesar 30 persen, sedangkan kenaikan tarif kita hanya maksimal 15 persen maka tiap hari kami harus mengeluarkan tambahan untuk menyelesaikan tugas sebagai driver. Kami menuntut kenaikan minimal 20 persen dari aplikasi,” tegas Agus.
Agus yang juga merupakan Ketua Pagodja ini melanjutkan, walaupun kenaikan BBM 30 persen, pihaknya menuntut naik 20 persen saja. Hal ini dirasa cukup mengingat perhitungan tambahan pemasukan sudah mereka bisa hitung dari hasil lain yang mereka dapatkan.
Nur Eka Jayanti, salah satu driver perempuan yang ikut melakukan aksi unjuk rasa di DPRD DIY menambahkan, tarif ini belum sesuai karena KP 564 itu dibuat sebelum ada kenaikan BBM. Sementara realisasi yang dijanjikan pihak aplikator pun hanya ditunda-tunda.
“Sampai hari ini memang ada kenaikan karena sudah ada isu ojol akan demo, sementara kenaikan itu tidak signifikan tidak sebanding dengan kenaikan harga BBM,” kata dia.
“Naiknya sekitar Rp.400 sampai Rp.800 tergantung dengan layanannya. Padahal kami pernah merasakan tarif yang cukup bagus, misal pernah minimal Rp.8000,” kata perempuan yang sudah menjadi mitra driver sejak 2017 ini.
Sementara Ketua Komisi C DPRD DIY, Gimmy Rusdin Sinaga yang menemui massa mengungkapkan tuntutan sopir ojol dirasa lumrah dengan situasi saat ini. Namun karena kenaikan BBM merupakan wewenang pemerintah pusat, maka mereka meminta sopir ojol mengirim surat ke pemerintah melalui DPRD DIY.
“Karena [kenaikan BBM] wewenang pusat, ya kita bantu, bapak-bapak ini buat surat [ke pemerintah],” tutupnya.
Ribuan driver ojol dan kurir ini pun melakukan aksi dengan tertib, setiap peserta menunjukkan akun aplikasi yang sesuai dengan identitas masing-masing sebelum memasuki kompleks gedung DPRD DIY. Hal ini dilakukan agar aksi mereka ini tidak ditumpangi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang mungkin saja bisa menimbulkan provokasi bahkan perusakan.
Kontributor: Zukhronnee Muhammad