Pasca penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia UNESCO pada September 2023, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memilih Bali sebagai tujuan studi banding. Keputusan ini diambil karena Sistem Subak di Bali telah lebih dulu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada 2012.
“Kami berharap studi banding ini dapat menjadi sarana berdiskusi terkait pelestarian cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan. Pembelajaran dari pengelolaan Subak di Bali nantinya bisa kami adaptasi dan implementasikan pada pengelolaan Sumbu Filosofi Yogyakarta,” ungkap Beny Suharsono, Sekretaris Daerah DIY saat berkunjung pada Senin (27/5/2024) di Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV.
Langkah strategis ini menjadi urgensi karena atribut Sumbu Filosofi Yogyakarta dipengaruhi tekanan pembangunan, lingkungan, kesiapsiagaan bencana, isu pariwisata berkelanjutan, dan eksistensi sosial-budaya masyarakat sekitar.
“Semoga kerja sama dan sinergi dalam mempelajari pengelolaan warisan dunia ini bisa terus terjalin dengan baik,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV, Abi Kusno, menjelaskan beberapa tantangan utama dalam pengelolaan Subak di Bali, seperti konversi lahan pertanian, dampak Revolusi Hijau dan risiko bencana hidrometeorologi.
“Masalah lain yang mendesak adalah regenerasi petani, Minat generasi muda untuk menjadi petani semakin menurun. Ini mengakibatkan kekurangan tenaga kerja dan pengetahuan yang diwariskan mengenai sistem Subak,” jelas Abi
Selain itu, lanjut Abi, kelembagaan Subak yang lemah, kebutuhan finansial tinggi untuk upacara adat, pemberlakuan pajak berat bagi petani, serta ketiadaan badan atau dewan pengelola khusus, juga menjadi tantangan.
“Penting upaya kolaboratif dari pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan untuk memastikan keberlanjutan Subak sebagai warisan budaya dan sistem pertanian berkelanjutan di Bali,” pungkasnya.