Meski telah mendapat Surat Peringatan pertama dari Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, ratusan bajaj Maxride dan Max Auto tetap nekat berseliweran di jalan-jalan Yogyakarta tanpa kantong izin resmi.
“SP 1 tidak diindahkan. Jangan sampai mereka terus melanjutkan operasional padahal sudah dilarang,” tegas Kepala Dishub DIY Christina Erni Widyastuti, Senin (9/6/2025).
Erni mengungkap, PT Maxride belum mengantongi izin usaha angkutan umum maupun izin perakitan kendaraan.
Bahkan status legal bajaj tersebut masih simpang siur—apakah menggunakan pelat kuning untuk angkutan umum atau pelat hitam kendaraan pribadi.
“Izin usaha perakitan dan izin angkutan umum belum ada. Jadi statusnya belum jelas,” ungkapnya.
Keberadaan bajaj tanpa izin ini memicu kekhawatiran serius. Penumpang tidak mendapat jaminan asuransi Jasa Raharja jika terjadi kecelakaan.
Selain persoalan perizinan dan keselamatan, keberadaan kendaraan bajaj Maxride di jalanan Yogyakarta mungkin menimbulkan kekhawatiran akan semakin parahnya kemacetan lalu lintas. Terlebih lagi, di kawasan kota saat ini sudah cukup padat dengan kendaraan.
“Kami sebenarnya ingin menyelesaikan persoalan kemacetan lebih dulu. Jangan sampai masuknya angkutan umum baru justru memperparah kondisi lalu lintas,” ungkapnya.
Erni menambahkan, Pemda tengah fokus menata sistem transportasi publik di DIY. Hal ini penting agar transportasi yang tersedia lebih terintegrasi dan efisien.
Peneliti Pustral UGM Deni Prasetio Nugoroho menyayangkan tindakan Maxride.
“Setiap pemda memiliki regulasi sesuai wilayahnya. Lebih baik berhenti dulu sebelum dapat izin resmi,” sarannya.
Dishub DIY kini bersiap mengeluarkan SP 2 dan berkoordinasi dengan kepolisian untuk penertiban lapangan.
Sementara itu, City Manager Maxride Bayu Subolah belum memberikan tanggapan resmi saat dikonfirmasi wartawan.(“)