Dokter dan rumah sakit sudah berusaha sangat maksimal, namun anak saya Emira dipanggil menghadap Yang Maha Esa pada 25 September 2022 silam, begitu kenang Yusuf Maulana (44) Ayah dari salah satu pasien anak yang tidak tertolong akibat gagal ginjal akut yang hingga saat ini penyebabnya masih misterius.
Emira Tatiana hampir berusia 7 bulan, Si Bungsu dari lima bersaudara ini merupakan anak yang sehat. Hampir dibilang tidak pernah sakit yang berarti, progres pencatatan gizi dari diagram kontrol dalam buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) pun menunjukkan bahwa Emira tidak pernah berada dibawah garis rekomendasi.
Yusuf melanjutkan, berat badannya bagus, selalu berada diatas garis, Imunisasi pun lengkap. Kepergiannya tidak hanya membuat keluarga dirudung kesedihan namun juga membuat trenyuh bidan yang membantu menangani saat Emira lahir. Bidan praktek ini tahu betul bagaimana kondisi Emira sejak lahir.
Gadis kecil ini pun masih rutin mengkonsumsi ASI, disamping itu dibulan ketujuh ini Emira sudah mulai mendapatkan MP-ASI (Makanan Pendamping ASI).
“Semua kami buatkan dari bahan-bahan segar, disamping itu juga beberapa produk pendamping lain yang kami tahu bahwa itu merupakan produk bagus dan direkomendasikan. Bayi kami pun tidak pernah minum susu formula,” kata dia.
“Pada Jumat 16 September 2022 itu posisi adik [Emira] masih sehat, masih diajak di kegiatan di sekitar rumah. Tapi waktu itu memang ada anggota keluarga sedang tidak sehat, semua keluarga kena batuk pilek (Bapil), terakhir adik dan Saya,” kata Yusuf saat ditemui ditempat usahanya, Kamis (20/10/2022).
Emira demam, suhunya 38 derajat celcius, tapi tidak batuk dan pilek, kondisinya pun masih sehat, keluarga menduga dia tertular. Saat Sabtu atau Minggu kondisinya mulai tidak baik, saat tidur sering gelisah. Pada saat ini konsumsi ASI nya berkurang.
Keluarga sempat menduga panas tinggi karena dehidrasi dan segera dibawa ke RS PKU Gamping yang terdekat, di Rumah Sakit kondisinya terus menurun, Emira pun dirujuk ke RS PKU Kota Yogyakarta sebelum dibawa ke RSUP Sardjito.
“Saat di PKU Gamping sudah harus disarankan subuh itu untuk dirujuk Sardjito dengan alasan fasilitas lengkap, namun karena di saat itu masih antri ruang KIA, PIC-nya kami diparkir di RS PKU kota di inkubator, karena dokter yang menangani sama dengan yang di Sardjito,” lanjutnya.
Di RSUP Sardjito inilah, Yusuf mendapat gambaran awal dugaan bayinya mengalami gangguan fungsi saraf, hati, dan juga ginjal yang mengarah pada serangan Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI).
“Kami mencari tahu AKI itu apa, hingga belajar mengucapkannya dalam bahasa inggris, saat itu belum banyak di google. Setelah banyak mengetahui [resiko-resiko] dan isyarat dokter membuat kami terus mencoba untuk ikhlas” imbuhnya.
“Jam demi jam sangat berarti, penurunan kondisi kesehatan anak kami begitu cepat. Setelah lima hari ditangani, putri kami wafat,” kata dia.
Kepergian Emira bersama enam pasien lainnya masih menyisakan misteri bagi dunia kesehatan di tanah air. Terlebih Parasetamol yang dianggap memiliki senyawa Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol (EG) yang menjadi penyebab gagal ginjal misterius ini ternyata tidak dikonsumsi Emira selama demam.
Yusuf menjelaskan bahwa rumah sakit juga turut mentracing riwayat penyakit keluarga. Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat Covid-19. Selain itu, juga tidak ada yang mengonsumsi sirup paracetamol.
“Jika mau dikaitkan, memang istri saya sempat minum parasetamol. Tapi itu jauh sebelum Emira demam dan yang diminum pun parasetamol tablet bukan sirup,” kata Yusuf.
Sekali lagi, ikhtiar dokter untuk menyembuhkan pasien-pasien ini sungguh luar biasa, termasuk kepada putri kami. Bahkan untuk melakukan tindakan medis yang tidak murah sekalipun.
Kontributor: Zukhronnee Muhammad