Ketika Tradisi Berpadu Inovasi dalam “Gudeg Sejuta Rasa” di Jantung Yogyakarta

0
37
Wali kota Yogyakarta Hasto Wardoyo saat menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia. (istimewa)

Aroma gudeg yang manis dan legit menyelimuti udara Alun-alun Selatan Yogyakarta akhir pekan lalu. Ribuan orang berkumpul, bukan hanya untuk menyantap makanan khas kota ini, tapi juga turut serta merayakan sebuah transformasi kuliner yang luar biasa: gudeg yang tak sekadar lestari, tapi juga berevolusi.

Festival Kuliner Gula Kelapa “Gudeg Sejuta Rasa”, yang digelar selama dua hari (4–5 Juli), bukan hanya soal menikmati makanan. Lebih dari itu, festival ini menggabungkan kekuatan tradisi, inovasi, dan semangat kebersamaan dalam sajian yang kaya makna. Puncaknya, rekor baru berhasil tercipta—sebanyak 5.000 porsi gudeg disajikan serentak, memecahkan rekor MURI untuk Sajian Gudeg Terbanyak.

“Gudeg adalah ikon kuliner Yogyakarta, tapi hari ini kita buktikan bahwa ikon itu tidak diam. Ia terus tumbuh, berinovasi, dan menjangkau generasi baru,” ujar Hasto Wardoyo, Wali Kota Yogyakarta dalam keterangan tertulisnya Senin (7/7/2025).

“Festival ini adalah cara kita menjaga warisan sekaligus membuka jalan untuk masa depan kuliner yang lebih sehat, kreatif, dan berkelanjutan,” lanjutnya.

Salah satu inovasi yang menarik perhatian publik datang dari Twistanisa Atha Brilliant Ilmi, mahasiswa FKKMK UGM. Ia memperkenalkan gudeg sehat berbahan dasar jantung pisang, porang, ikan tengiri, dan sari kedelai. Tanpa ragu, Wali Kota Hasto memberikan nama untuk varian ini: “Gudeg Coroner.”

“Coroner itu pembuluh darah jantung. Kalau makan gudeg dari jantung pisang ini, inshaAllah koronernya sehat. Ini bentuk kuliner yang tidak hanya enak tapi juga peduli kesehatan,” ujarnya sambil tersenyum, disambut tepuk tangan pengunjung.

Tak hanya gudeg, festival ini juga menghadirkan ragam acara menarik: Fun Walk mengelilingi Benteng Baluwerti yang baru direvitalisasi, talkshow kuliner Mataraman bersama pelaku kuliner legendaris seperti Moersa Soedarsono (Gudeg Yu Djum) dan konten kreator Beni Sasongko, hingga Lomba Inovasi & Kreasi Gudeg yang mengundang partisipasi generasi muda dari berbagai kampus dan hotel.

Selama dua hari, pengunjung juga dimanjakan oleh Bazar Kuliner Gula Kelapa dengan lebih dari 70 tenant yang menyajikan olahan berbasis gula kelapa dari berbagai penjuru nusantara.

Wedangan Sonten khas Patehan—lengkap dengan penyajian teh tradisional dan snack lokal—membawa pengalaman sore yang syahdu, diiringi tarian budaya yang memanjakan mata.

Sementara malam hari, suasana Alun-alun berubah jadi panggung hiburan rakyat. Penampilan Tito Prisha Jr., Fanatic Cidro x Sandios Pendhoza, hingga Ngatmo Mbilung mengajak ribuan orang bernyanyi dan berjoget bersama. Dentuman nostalgia juga datang dari band legendaris Yogyakarta, Sophie, yang menutup malam dengan hangat.

Tak ketinggalan, dukungan sosial pun hadir. Asosiasi Pengusaha Gudeg DIY turut menyerahkan bantuan untuk program food bank Pemkot Yogyakarta, dan Bank Mandiri menyerahkan simbolis e-money bertema gudeg.

“Ini bukan sekadar festival, ini adalah selebrasi terhadap identitas. Gudeg bukan hanya milik masa lalu, tapi bagian dari masa depan Yogyakarta,” tutur Hasto dengan penuh haru saat menerima sertifikat MURI.

“Gudeg Sejuta Rasa” bukan hanya menyajikan makanan, tapi juga menyajikan harapan: bahwa kuliner tradisional bisa terus hidup, tumbuh, dan menjadi ruang pertemuan serta kebanggaan bersama.(*)