Hampir enam bulan direlokasi ke Menara Kopi, ratusan pedagang kaki lima (PKL) eks TKP ABA Malioboro justru gigit jari. Nihilnya penghasilan membuat mereka berencana membuka lapak sementara di Pos Gumaton, tak jauh dari lokasi lama mereka berdagang.
“Kalau tidak ada solusi dari pemerintah, kami akan gelar dagangan di sekitar Pos Gumaton. Kami hanya butuh tempat untuk tetap mencari makan,” tegas Wakil Ketua Paguyuban Keluarga Besar ABA, Agil Haryanto, Senin (13/10/2025).
Rencana “gerilya” ini muncul karena Menara Kopi yang dijanjikan ramai pengunjung justru sepi total. Sejak relokasi, tidak ada satu pun bus wisata masuk ke kawasan tersebut. Armada wisata kini memilih parkir di Jalan Margo Utomo, membuat omzet pedagang dan juru parkir anjlok drastis.
“Pedagang yang buka paling dua-tiga orang saja. Kalau dulu sehari bisa dapat cukup buat makan dan bayar listrik, sekarang untuk bayar BPJS aja berat,” ujarnya.
Para pedagang juga menilai ada ketimpangan penerapan aturan di kawasan Sumbu Filosofi. Meski kendaraan besar dilarang masuk eks TKP ABA, bus wisata masih bebas keluar-masuk di Jalan Margo Utomo yang juga bagian dari kawasan serupa.
“Kami enggak tahu apakah ada pihak tertentu yang diistimewakan. Yang jelas, kami seperti dibiarkan sepi,” kritik Agil.
Dishub dan Pemkot Yogyakarta yang mengumbar janji meramaikan Menara Kopi pun dinilai tidak menepati komitmen.
Para pedagang akan menyampaikan keluhan ini dalam pertemuan dengan Wali Kota Yogyakarta yang dijadwalkan Rabu (15/10/2025). Mereka berharap ada perhatian serius agar sirkulasi ekonomi di kawasan relokasi bisa kembali hidup.
“Kalau pemerintah serius menjaga nilai filosofi kawasan, kami setuju. Tapi tolong jangan matikan ekonomi rakyat kecil,” pungkasnya.(*)