Kabupaten Sleman kembali menggelar ajang sport tourism ikoniknya, Sleman Temple Run (STR), pada Minggu, 10 Agustus 2025. Memasuki penyelenggaraan ke-10 atau satu dekade, ajang lari lintas alam ini mempertahankan eksistensinya sebagai satu-satunya event trail run di dunia yang melewati candi-candi peninggalan Hindu-Buddha abad ke-9.
Mengusung tagline “Kabupaten Seribu Candi”, Sleman memanfaatkan kekayaan warisan budayanya untuk memadukan promosi wisata dan aktivitas olahraga.
Rute STR 2025 akan menyuguhkan panorama alam serta melewati enam candi bersejarah, yaitu Candi Banyunibo, Candi Barong, Candi Ratu Boko, Candi Miri, dan Candi Ijo, dengan Candi Banyunibo sebagai titik start dan finish.
Event ini diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman bekerja sama dengan komunitas Trail Runners Yogyakarta, dan telah masuk dalam kalender lari internasional.
Tahun ini, STR 2025 kembali mendapat rekomendasi dari Asosiasi Lari Trail Indonesia (ALTI) serta terdaftar di International Trail Running Association (ITRA). Pelari yang berhasil menyelesaikan rute akan mendapatkan poin ITRA sebagai bekal mengikuti kejuaraan internasional.
Race Director STR 2025, Roostian Gamananda, mengatakan bahwa konsep lari melintasi candi-candi kuno bukan hanya menawarkan tantangan fisik, tetapi juga menjadi pengalaman spiritual dan budaya yang tidak ditemukan di tempat lain.
“Setiap langkah pelari akan ditemani lanskap alam yang indah dan situs sejarah yang sakral. Kami tidak hanya menjual olahraga, tetapi juga memori yang membekas,” ujarnya saat konferensi pers pada Sabtu (12/7/2025).
Tiga kategori jarak ditawarkan, yakni 7 km, 15 km, dan 30 km, dengan total target peserta lebih dari 1.000 pelari. Tahun lalu, event ini diikuti oleh pelari dari 15 negara, termasuk Belarusia, Rusia, Kolombia, Palestina, Sudan, dan Jerman.
Tak hanya olahraga, STR juga menjadi ajang pelestarian budaya. Sejak 2021, masyarakat lokal yang tinggal di sekitar rute turut terlibat menyuguhkan pertunjukan seni tradisional, seperti Srandul, Jathilan, Gejog Lesung, hingga Reog Sembrani. Kegiatan ini menjadi bentuk sinergi antara promosi pariwisata dan pemberdayaan masyarakat.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Ishadi Zayid, menyampaikan bahwa Sleman Temple Run bukan hanya sekadar ajang lari, melainkan juga menjadi sarana edukasi sejarah bagi masyarakat.
“Kita ingin mengenalkan kembali bahwa Sleman punya kekayaan sejarah luar biasa. Dari tanah Sleman, kita bisa menemukan bukti-bukti peradaban masa lalu yang luar biasa. Ini bagian dari warisan budaya yang harus terus dipopulerkan,” ungkapnya.
Dengan tagline yang menggabungkan elemen sejarah dan petualangan, rute STR dikenal menantang karena melintasi perkampungan, hutan, dan bukit. Tahun ini, sekitar 1.000 peserta telah mendaftar, termasuk pelari dari luar negeri.
“Ini menunjukkan bahwa Sleman Temple Run memiliki daya tarik tersendiri bagi pelari lokal maupun internasional,” tambahnya.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pada STR edisi ke-10 ini seluruh peserta akan masuk ke kawasan Candi Boko sebagai bagian dari upaya memperkuat promosi destinasi. Logo yang digunakan pada jersey dan medali pun telah berganti dari Candi Prambanan menjadi Candi Boko.
“Kami ingin Candi Boko mendapat tempat di hati para wisatawan,” tegas Ishadi.
Ia juga menekankan bahwa pariwisata adalah lokomotif ekonomi.
“Ketika wisatawan datang, otomatis mereka butuh penginapan, makanan, transportasi, hingga oleh-oleh. Artinya, ekonomi masyarakat ikut bergerak,” jelasnya.
Dari sisi teknis, persiapan pelaksanaan disebut telah mencapai 80–90 persen.
“Kami tinggal menyempurnakan hal-hal kecil di lapangan. Sektor rute dan titik-titik layanan peserta juga sudah dipetakan,” tambahnya.
Pejabat Kapanewon Prambanan, Andi Ahmad, menyambut positif keterlibatan masyarakat lokal dalam event ini. Menurutnya, STR memberi dampak langsung pada perekonomian warga dan menumbuhkan kebanggaan kolektif.
“Kami melihat geliat ekonomi warga di sekitar rute makin tumbuh dari tahun ke tahun. Ini membuktikan bahwa event olahraga bisa sejalan dengan pemberdayaan dan pelestarian budaya,” ucap Andi Ahmad.
Sementara itu, Wakil Ketua Bapemperda DPRD Sleman, Sumaryatin, menilai kegiatan seperti Sleman Temple Run sangat relevan dalam konteks penyusunan regulasi daerah.
Ia juga menyatakan bahwa STR membuktikan besarnya potensi pariwisata budaya Sleman yang perlu terus didorong sebagai pilar utama pembangunan daerah.
“Pariwisata Sleman harus berbasis budaya. Bukan sekadar mendatangkan wisatawan, tapi memberi pengalaman yang otentik dan berkualitas,” imbuhnya.
Dengan kontribusi sektor pariwisata yang telah menyumbang sekitar 32% terhadap pendapatan daerah, Sumaryatin menegaskan bahwa dukungan anggaran promosi seharusnya proporsional dan berkelanjutan.
“Dengan peningkatan promosi dan kualitas layanan, sektor pariwisata akan memberikan dampak ekonomi yang luas—mulai dari industri perhotelan, kuliner, UMKM oleh-oleh, hingga para pelaku seni dan pembuat produk lokal,” terangnya.
Ia pun menggarisbawahi pentingnya menjadikan Sleman sebagai kota tujuan MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition).
“Kita ingin Sleman menjadi kota MICE—kota yang sibuk menerima tamu, tapi juga menghasilkan pendapatan besar dari setiap kunjungan,” tegas Sumaryatin.
Event yang kini memasuki tahun ke-10 ini juga diapresiasi sebagai langkah konkret membangun konektivitas destinasi budaya, serta mendongkrak daya tarik Sleman sebagai tujuan wisata yang tak hanya indah, tetapi juga sarat nilai.
“Sleman Temple Run bukan sekadar agenda olahraga, tapi bagian dari ikhtiar kita agar setiap tamu yang datang ke Sleman membawa pulang pengalaman baru yang tak terlupakan,” pungkasnya.(“)