Ketika ribuan pekerja di DIY masih mengandalkan upah minimum Rp2,2 juta per bulan, anggota DPRD DIY justru menerima tunjangan hingga puluhan juta rupiah. Kontras mencolok ini memantik ironi publik, terlebih setelah DPR RI resmi memangkas tunjangannya usai desakan masyarakat.
Sekretaris DPRD DIY, Yudi Ismoyo, menegaskan bahwa seluruh tunjangan dewan sudah diatur undang-undang dan tidak bisa diputuskan sendiri oleh daerah.
“Semua sesuai aturan. Bukan hanya DPR RI, DPRD pun mendapatkan hak itu. Jadi, semua anggota dewan di Indonesia, baik pusat maupun daerah, memiliki hak yang sama, tergantung jabatan,” ujarnya, Senin (8/9/2025).
Merujuk Peraturan Gubernur DIY Nomor 78 Tahun 2019, tunjangan perumahan Ketua DPRD DIY mencapai Rp27,5 juta per bulan. Wakil Ketua menerima Rp22,9 juta, sedangkan anggota Rp20,6 juta. Besaran itu setara hampir sepuluh kali lipat dari UMP DIY 2025 yang hanya Rp2,26 juta.
Tidak berhenti di situ, tunjangan transportasi juga bernilai tinggi. Pergub DIY Nomor 77 Tahun 2024 menetapkan Ketua DPRD menerima Rp22,5 juta per bulan, Wakil Ketua Rp19,5 juta, dan anggota Rp17 juta. Skema yang awalnya dimaksudkan sebagai pengganti biaya kontrak rumah dan operasional ini kini melekat sebagai tunjangan rutin.
“Kalau semua pengeluaran didasarkan bukti, mungkin lebih transparan. Karena sekarang seakan-akan sudah melekat jadi tunjangan,” kata Yudi.
Menyangkut kemungkinan penghapusan atau pengurangan tunjangan DPRD daerah sebagaimana di tingkat pusat, Yudi menyebut DPRD DIY hanya bisa menunggu regulasi baru.
“Kalau di pusat ramai soal itu, nanti pasti ada aturan baru. Mau dikurangi atau digedein, kami hanya mengikuti,” tegasnya.
Kesenjangan antara rakyat dengan wakilnya kini makin terasa: warga bekerja keras dengan upah Rp2 jutaan, sementara dewan bisa menikmati tunjangan bulanan setara puluhan kali lipat gaji buruh. (*)