
Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Museum Anak Bajang, dan Bentara Budaya berkolaborasi menggelar Pameran Arsip dan Ilustrasi Petak Umpet Sastra Anak di Bentara Budaya Yogyakarta pada 7–16 November 2025.
Pameran ini digelar untuk memperingati satu tahun wafatnya Dwianto Setyawan, penulis buku anak Indonesia yang produktif pada era 1970–1980-an, sekaligus menghidupkan kembali perhatian publik terhadap karya sastra anak Indonesia.
Pameran menyoroti perjalanan sastra dan seni visual buku anak Indonesia, dari masa terbitnya novel middle grade tahun 1974 hingga kini. Selain menampilkan arsip dan ilustrasi, kegiatan ini juga diisi dengan diskusi, permainan anak, seni pertunjukan, pojok baca, dan bazar buku.
“Setelah buku-bukunya diterbitkan kembali, langkah selanjutnya adalah menjadikannya bahan pembicaraan. Dari situlah pameran Petak Umpet Sastra Anak lahir,” kata Christina M. Udiani, Manajer Redaksi dan Produksi KPG, Jumat (7/11/2025).
Sebelumnya, awal 2025, KPG bersama pengamat sastra Setyaningsih dan ilustrator Nai Rinaket meluncurkan Seri Klasik Semasa Kecil yang memuat kembali karya Dwianto Setyawan dan Djokolelono.
Hingga saat pameran digelar, terdapat 15 judul yang diterbitkan ulang, disertai buku kumpulan esai Melangkah ke Sastra Anak.
Pameran dibuka pada Kamis (7/11) pukul 16.00 WIB oleh Sindhunata, penggagas pameran sekaligus pendiri Museum Anak Bajang dan adik mendiang Dwianto Setyawan.
Ia didampingi tiga kurator: Setyaningsih, Nai Rinaket, dan Hanputro Widyono. Pembukaan dimeriahkan oleh penampilan warok cilik, musik Orkestra Keroncong Sakpenake, serta pembacaan cerita “Terlalu Muluk” karya Dwianto oleh siswa SD Muhammadiyah Sapen, Altaf Jaddan Adzaro.
“Usia anak-anak adalah masa ketika kebebasan dan imajinasi dijalani tanpa batas. Pengarang seperti Dwianto mencoba memahami dunia itu,” ujar Sindhunata.
Selama pameran berlangsung, pengunjung dapat mengikuti diskusi “Melangkah ke Sastra Anak” bersama Sindhunata, Reda Gaudiamo, dan Herdiana Hakim, juga beragam kegiatan seperti permainan “Melacak Sersan Grung-Grung”, lokakarya bercerita, serta tur pameran.
“Sudah saatnya petak umpet ini disudahi. Kini waktunya kembali mendengungkan sastra anak Indonesia,” tegas Romo Sindhu.(“)













